Sekali Lagi, Stop Buang Makanan

Waktu menulis tentang food waste untuk Tantangan Mamah Gajah Ngeblog April 2024, Mika si tengah belum masuk sekolah dasar. Mulai Juli lalu dia resmi menjadi siswa kelas 1. Di sekolahnya, makan camilan dan makan siang adalah bagian dari kurikulum.

Alhamdulillah nilai yang kami terapkan di rumah sejalan dengan aturan makan di sekolah. Ambil makanan secukupnya dan bertanggung jawab menghabiskan yang sudah diambil. Jika masih lapar, tentu boleh menambah porsi. Namun, saya tetap mewanti-wanti, “Tapi harus habis, ya.”



Makan: Ajang Belajar Pengendalian Diri

Prinsip di atas termasuk yang penting dalam keluarga kami. Alasan utamanya tentu karena menyia-nyiakan makanan dilarang dalam Islam. Allah Swt. tidak menyukai orang yang menghambur-hamburkan harta, termasuk makanan, dengan cara boros (Surat A-Isra ayat 26-27). Orang boros termasuk teman setan, makhluk yang mengingkari Allah Swt.

Sayangnya meski sudah tahu konsep mubazir, tetap saja kerap kita temui orang dewasa yang dengan mudah meninggalkan makanan di piring. Bukan hanya makanan sisa, lo, melainkan juga makanan yang tidak jadi dimakan. Masih utuh! Ck ck ck.

Saat mengambil makanan, kira-kira apa sih yang terpikir? Pokoknya ambil semua, tanpa peduli nanti bisa menghabiskan atau tidak? Saat makan bersama, yang penting perut sendiri kenyang tanpa berpikir orang lain akan kebagian atau tidak?

No wonder korupsi merajalela di negeri ini. Dalam urusan makan saja, banyak yang tidak bisa mengendalikan diri—tidak bisa mengukur kebutuhan (perut) dan membiarkan keinginan (nafsu) menang. Makan juga mengasah empati. Kelihatannya perkara makan simpel ya, tetapi ternyata maknanya dalam.

Yang repot jika anak kemudian mengikuti. Tanpa intervensi positif dari lingkungan, anak akan meniru kebiasaan orang tua atau orang dewasa. Dan lingkaran setan kembali berulang.

Food Waste dan Data

Secara kumulatif, Indonesia–sebagai negara padat penduduk–menghasilkan 20.93 juta ton sampah per tahun (Food Waste Index 2021) keluaran United Nations Environment Program [UNEO]). Menurut kajian Bappenas pada 2021, tiap penduduk Indonesia bertanggung jawab atas 115-184 sampah makanan per tahun. Nyaris setengahnya (44%) sebenarnya masih layak dikonsumsi.

Apakah kita menjadi salah satu pelakunya?

Baca juga tentang dampak food waste bagi lingkungan di sini.

Life Update

Selain perkara makan, tidak banyak perkembangan yang bisa saya bagikan soal mereduksi food waste di rumah. Saya masih menjalani prinsip belanja seperlunya, terutama sayur-sayuran. Sebenarnya beberapa waktu lalu sempat ada seorang teman berbagi tips menyimpan sayuran di kulkas agar tetap segar.

Caranya, susun rapi sayuran di kotak bahan segar (biasanya di sebelah bawah) tanpa dibungkus plastik. Siapkan serbet berukuran besar lalu basahi dengan air. Tutupi bagian atas sayuran dengan serbet basah tersebut.

Teman saya sudah mencoba dan katanya sayuran tetap segar walau sudah lewat satu minggu. Hampir bersamaan, tetangga sebelah rumah juga bilang hal serupa.

Saya? Sejauh ini saya masih tetap menyimpan sayuran di dalam plastik terpisah tanpa dicuci terlebih dahulu. Cara ini berlaku jika jumlahnya sedikit dan perputarannya cepat. Jika tidak, tetap ada potensi layu/busuk.

Selain belanja bahan segar seperlunya, saya juga memasak secukupnya untuk sekali, dua kali makan di sore hari—iya, saya penganut masak sekali sehari cukup. Satu lauk berbahan protein hewani/nabati dan satu sayur. Protein hewani dan nabati bisa muncul bersamaan bila saya pikir jumlah protein hewani kurang banyak untuk semua anggota keluarga.

Walau sudah begini, biasanya tetap ada sisa setelah makan malam. Selain sayur/lauk berkuah, semuanya langsung dimasukkan ke dalam kulkas. Yang berkuah dihangatkan di pagi hari. Sisa semalam ini akan dimakan kembali saat makan siang (besoknya atau besok-besoknya lagi, hehehe).

Lain halnya dengan buah. Di rumah kami, buah sangat cepat habis. Sayangnya, saya masih kesulitan dalam menangani sampah kulit dan biji. Tepatnya, karena malas memulai mengompos. Ada saja alasannya, huhuhu.

Berita baiknya, mulai dua pekan lalu saya berlangganan layanan pengolahan sampah dari Crapco. Seminggu sekali sampah terpilah diambil oleh petugas. Kategorinya sederhana: sampah kering, basah, dan residu. Lumayan lah, setidaknya sekali dari tiga kali pembuangan sampah dapur tersalurkan dengan benar.

Oh iya, saya masih suka membeli buah yang sudah kurang prima. Tempo hari saya membeli mangga stok kemarin. Menurut saya, ini justru best deal karena harganya turun, tetapi buahnya lebih matang dan siap santap. Dompet mamak bahagia, hahaha.
 

Penutup

Walau yang saya lakukan masih receh, saya ingin terus berproses dalam upaya menjaga kelestarian Bumi. insya Allah saya akan belajar di kelas Zero Waste pada Kampung Bakat Ibu Profesional tahun ini. Semoga kelak hasilnya tidak sekadar catatan, tetapi benar-benar diterapkan.

Dengan begitu, nantinya upaya kami mengurangi food waste di rumah dapat dilakukan dari ujung ke ujung. Hulunya adalah pengelolaan input berupa bahan makanan; proses berupa masak, makan, dan makanan sisa; dan hilirnya adalah pengelolaan sampah dapur. Ah, semoga kesampaian.

Doakan, ya!


Post a Comment

0 Comments