Perkara Cai hingga Pidi Baiq

Alkisah waktu SMA saya pernah berada dalam sebuah bus yang membawa saya dan teman-teman berwisata ke luar kota. Saya lupa tujuannya. Yang jelas di daerah Jawa Barat.

Hari sudah malam. Saya yang sedang tidur merasakan bus berhenti dan terbangun. Lamat-lamat terdengar suara supir berkata, “Yang mau ke air, yang mau ke air!”

Eh? Emang ini berhenti di mana? Di depan ada danau? Ngapain malem-malem ke danau? Saya bertanya-tanya dalam hati sembari mengumpulkan nyawa.

Beberapa tahun kemudian, setelah kuliah di Bandung, saya baru paham perkataan sang supir. Dalam bahasa Sunda, frase “ka cai” digunakan untuk mengekspresikan hasrat untuk ke toilet. “Cai” berarti “air” atau ”sungai” dalam bahasa Indonesia. Jadi, si supir dengan seenaknya langsung menerjemahkan “ka cai” dengan “ke air”. Oemji.

Perkara “cai” ini unik dalam bahasa Sunda karena kata turunannya “ci” sering dipakai dalam bentang alam yang berhubungan dengan air, seperti sungai/danau/waduk. Sebut saja Sungai Ciliwung, Situ (Danau) Cileunca, atau Waduk Cirata.

Tidak hanya itu, “ci” sering pula disandingkan dengan kata lain dan menjadi nama daerah. Alasannya karena zaman dahulu air melimpah di Jawa Barat, termasuk cekungan Bandung, baik saat musim kemarau maupun musim hujan. Bahkan nama “Bandung” sendiri berasal dari kata “bendung” atau “bendungan”. Mungkin agar mudah diingat, Ci- dipakai untuk menamai daerah di sekitar sumber air.



Ci, Ci, dan Ci

Nama daerah berawalan Ci- ini suka ajaib memang. Dekat rumah saya ada jalan bernama Jalan Cidurian. Apakah dulu banyak pohon durian di sepanjang sungai? Kemungkinan begitu, tetapi, jejaknya lenyap tak berbekas. Yang jelas sekarang, lahannya sudah berganti jadi pohon beton berdaun genting, hehehe. Kalau mau durian, tetap saja kita harus ke kios buah.

Cikapundung dan Cihampelas adalah dua nama yang benar-benar diambil dari nama tumbuhan. Konon “kapundung” adalah nama tumbuhan langka yang dahulu sering ditemukan di pinggir aliran sungai yang melintasi daerah itu.

Adapun hampelas (atau ampelas) merupakan nama pohon berdaun kasar yang dapat digunakan untuk melicinkan kayu. Selain pohon hampelas banyak tumbuh di daerah sekitar aliran sungai, Cihampelas dapat diartikan air yang berkhasiat untuk menghaluskan kulit.

Ternyata, penamaan daerah dengan awalan Ci- tidak selalu sesederhana itu. Cipaganti, misalnya. Di ruas jalan bagian bawah memang terdapat sumur kecil yang sekarang terletak di trotoar. Namun, kata “paganti” bukanlah nama tumbuhan, melainkan diambil dari nama kejadian pada masa penjajahan Belanda. Saat itu pemerintah kolonial ingin memindahkan pusat pemerintahan. Terkait ini, digunakan kata “paganti” yang berarti “pengganti”.

Nama “nambo” dalam “Cinambo, sebuah kecamatan di Bandung, berasal dari kata “nambeu” yang berarti bekas dasar sungai atau menggenang. Sejarahnya, wilayah ini dahulu berada di pinggir Rawa Gegerhanjuang, berupa dataran rendah yang berasal dari aliran sungai yang mengering. Pendapat lain mengatakan, “nambo” berasal dari “numbu” yang berarti air yang menyambung sebab dikelilingi oleh empat sungai, yaitu Cilutung, Ciburuy, Cipager, dan Ciwaru.

Selain yang betulan, ada pula nama yang berasal dari mitos. Mamah tahu daerah Cibiru? Ceritanya, zaman dahulu di daerah itu ada pohon yang jika dibelah akan mengeluarkan cairan biru. Sayangnya hingga sekarang, belum ada yang bisa membuktikan kebenarannya.

Yang epik ini, sih. Ternyata nama Cijerah bukan berasal dari penggabungan Ci- dan Jerah, melainkan nama tokoh yang sangat berpengaruh di daerah itu, K.H. Mama Cijerah. Beliau disegani karena sangat tawadhu dan cerdas. Saking besar pengaruhnya, nama beliau sampai dijadikan nama daerah. Wow, banget, kan?

Kompleks Ci

Di Bandung ada satu wilayah dengan jalan-jalan berawalan Ci-, seperti Jalan Citarum, Jalan Cilaki, Jalan Cibeunying, dan Jalan Ciliwung. Pasti Mamah sudah bisa menebak, deh. Betul, nama-nama tersebut diambil dari nama sungai di Jawa Barat.

Sejarahnya ternyata bisa dirunut hingga zaman pemerintah Belanda. Pada tahun 1920-an, pemerintah berencana membangun kompleks pemukiman bagi pegawai pemerintah dan tentara kolonial. Setelah pemberian nama-nama anggota kerajaan Belanda dan nama-nama pulau pada kompleks pemukiman yang telah ada, Walikota Bandung penyelang, S.A. Reitsma, mengusulkan pemberian nama-nama sungai.

Maka dari itu, muncul nama-nama jalan antara lain Tjimanoek-straat, Progo-straat, Brantas-straat, Serajoe-straat, Tjiliwoeng-laan, Bengawan-laan serta Tjibeunjing-plantsoen. Setelah Indonesia merdeka, sejumlah nama jalan di sekitar kompleks sungai berubah nama. Contohnya, Wigman-weg menjadi Jalan Cilamaya dan De Kat-straat menjadi Jalan Cisanggarung.

Nama Unik Lain di Bandung

Bandung juga menyimpan nama-nama unik lain yang menjadi nama jalan atau daerah. Berikut adalah beberapa di antaranya:

1. Jalan ABC yang terkenal sebagai pusat barang elektronik dan barang antik ternyata memang sudah dikenal sebagai ABC-straat sejak 1890-an. ABC merupakan singkatan dari Arabieren (A), Boemipoetra (B), Chinezen (C)

Saya sempat bertanya-tanya, apakah nama ABC ada hubungannya dengan merek ABC? Ternyata bukan ya, Maah.

2. Lagi-lagi di daerah sekitar rumah saya, ada jalan bernama Jalan PSM. Sejak dulu saya penasaran dengan singkatannya. Gara-gara Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog bulan ini, saya baru tahu PSM adalah akronim dari Pabrik Senjata dan Munisi. Pabrik ini semula bernama Artillerie Constructie Winkel (ACW). 

Setelah kemerdekaan Indonesia diakui Belanda, namanya berganti menjadi Pabrik Senjata dan Munisi (PSM). Kemudian, PSM menjadi nama jalan di dekat kawasan Perindustrian Angkatan Darat (Pindad).

3. Kiaracondong diambil dari nama pohon kiara yang posisinya condong. Konon dulu banyak pohon seperti itu tumbuh di sana. Sekarang? Pohon yang ada di daerah itu tumbuh tegak semua dan bukan jenis pohon kiara.

4. Jalan Astana Anyar berarti kuburan atau makam baru. Kisahnya dapat ditelusuri hingga awal abad ke-20. Saat itu, warga pribumi memiliki kebiasaan mengubur jenazah di halaman rumah. Praktik ini dilarang Pemerintah Hindia Belanda. Sebagai gantinya, makam-makam tersebut harus dipindahkan ke daerah yang sekarang dikenal dengan Astana Anyar.

5. Tahukah, Mah? Jalan Buah Batu berada di Kecamatan Lengkong. Kecamatan Buah Batu sendiri terletak lebih ke arah Timur dan tidak memiliki Jalan Buah Batu.

Buah Batu berasal dari kata “buah” yang berarti mangga dan “batu”. Ceritanya, di dekat sebuah telaga yang penuh dengan batu—karena merupakan sisa dasar danau Bandung Purba—tumbuh pohon mangga. Orang Sunda kerap menyebut buah mangga dengan “buah”. Akhirnya kawasan itu dikenal dengan “Buah Batu”.

Penutup 

Sebenarnya pasti masih banyak nama lain di Bandung yang bisa diulik dan ditelusuri sejarahnya. Namun, untuk saat ini saya cukupkan sampai sini dulu, ya, Mah. Alasannya tentu karena waktu makin mendekati jam tengah malam, waktunya Cinderella pulang, hehehe

Semoga secimit pengetahuan tentang nama jalan dan daerah di Bandung dapat memantik rasa penasaran sekaligus rindu. Bagaimanapun M.A.W. Brouwer pernah berkata, "Bumi Pasundan diciptakan ketika Tuhan sedang tersenyum." Bagi saya, Bandung selalu punya tempat istimewa di hati. Seperti rasa yang diungkapkan Pidi Baiq, "Dan Bandung bagiku bukan cuma masalah geografis, lebih jauh dari itu melibatkan perasaan yang bersamaku ketika sunyi."





Post a Comment

2 Comments

  1. Wah, banyak info baru dari tulisannya Muti ini. Bener loh, kupikir ABC itu dari baterai yang ada hubungannya dengan barang elektronik yang dijual di sana. Ternyata itu toh ya kepanjangannya. Lebih masuk akal.

    ReplyDelete
  2. Ini adalah culture shock yang saya temukan ketika pertama kali menginjakkan kaki di Bandung. Mba-mba Jawa yang bingung dan kaget dengan banyaknya nama jalan berawalan "Ci-", plus kadang sulit sekali pula pengucapannya, seperti Ciumbeleit, nah eta, masih salah kan ku melafalkannya ehehe. Sama "ke air" untuk "mau ke toilet". Asli bingung dulu saya teh...

    ReplyDelete