Galeri IPTEK, Permata Tersembunyi di Sabuga ITB

Bagi alumni kampus gajah, Sabuga adalah tempat idaman karena di situlah para pemuda harapan bangsa (uhuk, keselek biji salak) resmi melepas status mahasiswanya—sekaligus menyandang beban baru bernama “alumni ITB”. Namun, selain auditorium nan megah dan ruang pameran berbentuk setengah lingkaran, ternyata Sabuga menyimpan hidden gem, lo! Yang saya maksud, tentu bukan ruangan di lantai 2 tempat daftar ulang mahasiswa baru, melainkan Galeri IPTEK di lantai 4. 

Apa, tuh? Kok, baru denger? 

Tos dulu, dong. Setelah 21 tahun sejak pertama kali punya jas almamater biru tua kehijauan, saya baru tahu tentang Galeri IPTEK ini. Awalnya dari Whatsapp story sebuah komunitas yang mengadakan kunjungan ke sana. Meski penasaran, saya tidak mencari tahu lebih lanjut. 

Sampai akhirnya minggu lalu seorang teman memberikan informasi di grup mamah gajah Bandung Timur tentang kegiatan kunjungan ke Galeri IPTEK untuk civitas akademika ITB pada 9–10 Juli 2024. Grup jadi ramai, dong. 

Sebagai yang pernah duduk kuliah di kampus gajah, rasanya hal-hal berbau IPTEK jadi punya daya tarik magis gitu. Sepertinya doktrin (minimal) empat tahun berhasil, yah, hehehe. Buktinya, saya dan mamah-mamah gajah lain sangat bersemangat untuk bisa mengajak anak ke sana. #mendoktrinsejakdini #mamahambisiusdetected



Berkat cerita dari beberapa mamah, baru terungkap. Ternyata, oh, ternyata Galeri IPTEK sudah ada sejak dahulu. Mereka yang bersekolah dasar di Bandung pernah berkunjung ke sana bersama rombongan dari sekolah sekitar pertengahan 90-an. “Dulu kan hype banget,” kata seorang mamah. Namun, sejak awal 2000-an Galeri IPTEK tutup, entah mengapa. 

Walau judulnya kunjungan untuk civitas akademik ITB, pengumuman tersebar terbatas di kalangan “yang tau-tau aja”. Bahkan, bapak suami yang notabene “orang dalam” termasuk yang di luar jangkauan, hahaha. Mamah sumber informasi datang di hari pertama dan katanya hanya tiga keluarga yang berkunjung. Di hari kedua, jadi agak ramai berkat mamah-mamah Bantim, hehehe

Singkat cerita, saya tidak berkunjung ke sana di dua hari yang tersedia. Saya menghubungi narahubung untuk menanyakan jadwal di hari lain. Dari beliaulah saya mendapat informasi, pada dua hari berikutnya (11–12 Juli 2024) Galeri IPTEK dibuka untuk masyarakat umum sekitar ITB. Dan, kami boleh datang. Yeay!

Dengan manajemen baru, Galeri IPTEK dibuka kembali mulai Februari tahun ini. Untuk mencegah kerusakan alat kunjungan masih dibatasi untuk rombongan (dari sekolah atau komunitas) minimal 25 orang. Ini adalah kali pertama mereka membuka untuk umum, dalam rangka liburan sekolah. 

Untuk mengakses Galeri IPTEK, kami diarahkan untuk masuk melalui ke pintu Selatan alias paling kanan dekat tangga ke arah Saraga. Ada staf yang menyambut dan membantu naik lift ke lantai empat. 

Koleksi Galeri IPTEK 

Galeri IPTEK terdiri dari ruang pameran dan teater kubah. Ada sekitar 27 alat peraga yang dapat dimainkan. Sebagian besar mendemonstrasikan prinsip fisika. Yang dulu musuhan dengan fisika dasar boleh merapat karena pada setiap alat tertempel penjelasan tentang cara kerja. Mudah-mudahan waktu membaca tidak sampai mengernyit, ya, hihihi. Beberapa mesin/alat juga dipajang sebagai contoh. 

Berbagai koleksi alat peraga disimpan di sini


Di sebelah kiri pintu masuk ada tiga cermin datar yang dipasang saling berhadapan. Saat berada di tengah-tengah, kita dapat melihat banyak bayangan diri di cermin bagai pinang dibelah ratusan. Jangan tanya penjelasannya, ya, karena saya tidak memfoto keterangannya. 

Bayangan beranak pinak.


Kemudian, ada alat peraga prinsip Bernaulli yang diaplikasikan pada aerodinamika pesawat terbang. Prinsip ini menyatakan tekanan udara akan berkurang ketika kecepatan aliran udara meningkat. Saat udara dihembuskan dari bawah, bola terangkat karena ada gaya tekan ke atas dan gaya angkat. 

Bila bagian putih digerakkan, bola akan ikut bergerak.


Ada pula bola kristal listrik. Familiar dengan wujud bola kristal yang dipakai peramal di film-film? Nah, ternyata itu bukan mistis, Mah. Fenomena tersebut terjadi karena tangan kita berfungsi sebagai saluran listrik ke bumi. 

Yang dikira magis, ternyata punya penjelasan ilmiah.


Si bungsu penasaran mau mencoba bicycle wheel gyroscope, tetapi sayang dia tidak kuat menahan berat roda. Seandainya bisa, dia akan ikut berputar saat roda yang sedang berputar dimiringkan. Ini disebabkan oleh gaya tolak yang roda berikan agar kembali ke keadaan awal (tegak lurus). 

Terdapat penjelasan untuk setiap alat peraga.

Teater Kubah

Selama waktu berkunjung yang hanya dua jam, ada dua kali pemutaran film di Teater Kubah. Sesuai namanya, alih-alih layar datar, film diproyeksikan ke layar berbentuk kubah sehingga muncul efek tiga dimensi (meski sebenarnya dua dimensi). Film terasa lebih nyata. 

Pasukan Mau Tahu


Kami menonton film tentang perubahan musim di sesi satu. Kemudian, di sesi dua tentang cuplikan kehidupan masyarakat di berbagai belahan dunia dan perjalanan di perut bumi. Film yang disebut terakhir paling membekas karena paling seru sekaligus paling membuat anak-anak takut. Bagaimana tidak, perjalanan dibuat seperti menaiki kereta gantung dengan model lintasan roller coaster. Apalagi, dialog tokoh-tokohnya membuat perjalanan makin menegangkan. Saat tokoh teriak, kami ikut teriak, hahaha.

Sayangnya peralatan di Teater Kubah masih bawaan lama. Jangan-jangan umurnya sudah lebih dari 30 tahun. Proyektornya bisa ngadat sewaktu-waktu. Jika kurang beruntung, agenda nonton bisa gagal, deh.

Penutup

Kunjungan ke Galeri IPTEK sungguh menyenangkan. Waktu dua jam rasanya kurang. Belum semua alat peraga benar-benar dieksplorasi. Anak-anak minta kembali lagi ke sana esok harinya. Sayang jadwalnya kurang cocok (bagi saya yang malas menembus kemacetan sore, heu). 

Semoga ITB mau serius mengelola galeri IPTEK dengan membarui alat peraga dan memutakhirkan Teater Kubah. Yang kemarin saja sudah seru apalagi jika alat-alatnya lebih modern, pasti makin seru. Selain itu, juga menyediakan staf pendamping di luar mahasiswa untuk menjelaskan prinsip kerja alat.  

Pengalaman alat rusak membuat pihak manajemen baru membuka untuk kunjungan rombongan saja. Serba salah. Ini tentu membutuhkan kerja sama dari masyarakat sebagai pengunjung untuk menjaga fasilitas. 

Terakhir, saya berharap makin banyak masyarakat yang dapat berkunjung ke Galeri IPTEK. Minat terhadap IPTEK, terutama bagi anak-anak, akan lebih mudah dipantik melalui alat-alat yang dapat dilihat, dipegang, disentuh, dicoba. Hands on experience, istilahnya, sehingga proses belajar akan lebih efektif dan mengena. Sesungguhnya belajar IPTEK adalah belajar untuk membaca dan mengamati alam, serta berkhidmat kepada yang menciptakannya, yakni Tuhan yang Maha Esa. 


*****
Tulisan ini dibuat untuk Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog Juli 2024.


Perbaruan 31 Juli 2024:
Alhamdulillah artikel ini memboyong beberapa reward dari Mamah-Mamah MGN—bonus yang menyenangkan sekali. Luv. 

Post a Comment

5 Comments

  1. Wah baru tau juga ada galeri iptek ini disini. Jadi inget taman pintar Yogya yang karena ramai pengunjung jadi udah nggak banget alat alat di dalamnya.

    ReplyDelete
  2. Rasanya pernah deh berkunjung ke sana bareng murid-murid di suatu waktu di masa lalu. Hahaa... Iya, menarik, memang. Kalau bisa dilanjutkan, dirawat dan dikembangkan, tentu akan menarik sekali dan bisa jadi salah satu alternatif wahana untun belajar IPTek di tengah kota, selain Puspa Iptek yang ada di KBP.

    ReplyDelete
  3. Makin nambah wish list jalan2 di Bandung nih. Berarti kalau mau ke sini harus menghubungi CP dan terbatas ya?

    ReplyDelete
  4. Wah, ini dia. Rasanya pernah denger dulu banget pas msh baru, tapi trus tenggelam, tak terdengar. Makasih dah ngingetin lagi teh 😍

    ReplyDelete
  5. Rasanya anak-anakku pernah ke sini waktu SD. Ternyata sekarang tutup untuk umum ya? Ia menarik sih koleksinya buat anak-anak. Jadi nggak harus selalu ke yang jauh di Padalarang.

    ReplyDelete