Mana, sih, Jan? Ke WC aja lama banget, gerutu Tari. Sedikit-sedikit ia melirik jam tangannya. Sudah lima belas menit berlalu, Jan belum datang juga, padahal belum ada satu pun dari agenda jalan-jalan mereka hari ini yang dicentang.
"I'm sorry. It's hard to find the toilet. Finally, I found one. Guess, where? At the other side of the station!" jelas laki-laki berkulit putih itu tanpa diminta.
Usahanya meyakinkan Tari haruslah maksimal. Ia sudah bisa mengira akan mendapatkan wajah cemberut kekasihnya. Lebih baik ia yang bicara dahulu daripada keburu diinterogasi perempuan yang telah mengisi hatinya selama setahun belakangan.
Tari hanya bisa mendengus. Tak ada gunanya menghabiskan energi untuk hal remeh semacam ini, sedangkan perjalanan mereka baru dimulai.
"Okay, let's go! Which way?" Tari menoleh ke arah kiri dan kanan.
Keduanya sama-sama ramai. Tepatnya, tak ada satu lokasi pun di sekitar Dom yang tak penuh dengan pengunjung. Wajar, sekarang adalah liburan musim panas.
Jan membuka aplikasi peta di ponselnya. Serahkan kepada ahlinya, begitu prinsip Tari. Kemampuan spasialnya memang payah—konon seperti kebanyakan perempuan.
"We're here," tunjuk Jan pada satu titik di peta, "the bridge is here. So, we have to walk …," lanjutnya sambil menoleh ke arah tujuan.
"This way," Jan menggamit lengan Tari.
Hidup Tari berubah sejak Jan masuk. Mereka sering beradu mulut karena bersikukuh dengan pendapat masing-masing. Namun, itu tidak membuat hubungan keduanya renggang. Sebaliknya, mereka malah saling mengisi di sisi yang lain.
***
Jembatan Hohenzollern membentang di atas sungai Rhine yang membelah kota Köln. Tiang-tiangnya yang kokoh kuat menahan perjalanan 1200-an kereta dan ribuan pejalan kaki dan pesepeda setiap hari. Pagi menjelang siang ini Jan dan Tari menjadi bagian dari keramaian di sisi jembatan.
"Tari, would you like to take a photo with those love locks?" tanya Jan.
"No way. It's too cheesy." Tari beralasan.
"But, you're the one who wanted to see it," ujar Jan tergelak.
Ya, gembok cinta. Pagar pembatas antara rel kereta dan jalur pejalan kaki (dan pesepeda) dipadati oleh gembok warna-warni bertuliskan nama-nama pasangan dan tanggal. Entah siapa yang memulai, tetapi sekarang siapa saja boleh menggantungkan gembok miliknya di sana. Konon dengan begitu, cinta sang pemilik gembok akan abadi.
Muka Tari bersemu merah. I know but now I'd rather have our love locks instead, batinnya. Meski awalnya hanya untuk menjawab rasa penasaran, saat melihat langsung, keinginan untuk mematri namanya dan Jan timbul jua.
Jan, teman sekelompoknya di kelas Advance Organic Chemistry dulu, sekarang menjadi lebih dari sekadar teman biasa. Siapa sangka, cinta akan menyapa saat Tari justru tak berharap dia datang?
"Okay, then … I have something." Jan merogoh saku celananya. Tangannya mengepal sekeping benda berwarna merah. Tari bisa mengenalinya saat telapak tangan Jan terbuka.
"Our love lock," lanjut Jan.
Jan & Tari
07-08-2022
Tari ternganga. Jantungnya berdetak lebih cepat. "You … How come? When …?"
Tari tak melanjutkan kalimatnya. Ia tak menemukan ungkapan yang tepat saat Jan bertanya, "Will you be by my side through thick and thin?"
Cerita (yang sepenuhnya) fiksi ini diikutsertakan dalam Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog bulan Agustus 2022.
5 Comments
ahay, love locks ini ada di mana-mana ya sekarang dan sukses membuat turis tertarik datang menambah koleksi gemboknya. fiksi nya bisa dilanjutkan jadi buku nih, penasaran dengan Tari dan Jan bagaimana mereka bertemunya
ReplyDeletesungai yang indah jadi latar kisah cinta romantis ... teh Muti jagonya buat fiksi.
ReplyDeleteAwwwww *mata berbinar-binar. Ini ceritanya R.O.M.A.N.T.I.S sekaliii Mamah Mutiara ehehe, ku langsung ikut menangis bahagia *okay ini lebay. :D.
ReplyDeleteApalagi dikemas dalam hubungan interracial begini, suka maksimal! :)
***
Karena saya belum tahu seperti apa jembatan Hohenzollern, saya sengaja googling agar bisa membayangkan ceritanya. Lalu sosok Tari itu mirip Tara Basro dan Jan adalah Ryan Gosling ehehe.
Aduuhh greget bgt pgn baca lanjutan kisahnya, hayuk teh mutiii dibikin part 2 nyaa hihihi..
ReplyDeleteIni sungai yang emang bikin kita orang Indonesia pas liat itu langsung ingetttttt... Papaku 30 tahun lebih yang lalu ke Jerman dan liat sungai ini dan berikrar suatu saat akan bawa Mamaku ke situ. Dan cerita itu kami dengar sering banget. Sayangnya nggak pernah terjadi.
ReplyDeleteSampai aku tinggal di sini, dan Mama Papa visit kami, dan aku sama pak Suami khusus bawa Papa Mama ke sungai Rhein untuk membuat ikrar papa terjadi. Huhuhu... baca cerita teteh langsung ingat mereka deh..