Dear my first born,
Ini surat pertama yang Mama tulis untukmu. Juga yang pertama sejak … kapan, ya? Mama nggak ingat momen terakhir Mama menulis surat panjang.
Dulu waktu Mama dan Papa belum menikah, kami pun cuma bertukar kabar lewat email yang to the point. Nggak ada surat-surat romantis layaknya sepasang muda-mudi yang sedang pdkt. No flowery words. Sampai sekarang Papa masih begitu. Bunga untuk Mama cuma hadir setahun sekali setiap ulang tahun pernikahan. Itu pun Mama yang minta. Terlepas dari itu, Mama merasa beruntung karena dari pernikahan Mama dan Papalah kamu lahir.
Mama menyadari kehadiran kamu di perut Mama tiga bulan setelah menikah. Wah, rasanya nggak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Bahagia, takjub, khawatir, gelisah bercampur aduk menjadi satu. Kami akan punya anak pertama!
Seperti ibu hamil lainnya, Mama juga merasa mual di beberapa pekan pertama. Bedanya, bukan morning sickness yang Mama alami, tapi night sickness. Alhamdulillah nggak sampai muntah. Mama tetap paksakan diri untuk makan supaya kamu nggak kekurangan nutrisi untuk tumbuh.
Momen favorit Mama adalah saat kamu mulai bergerak. Bentuk perut pun jadi nggak karuan, bahkan sudah nggak ada nama yang tepat. Kadang di sebelah kanan menonjol, kadang di sebelah kiri, kadang keduanya (ini yang paling sakit), kadang gerakannya bergelombang. Mama suka elus-elus bagian yang bergerak, berharap kamu bisa merasakan belaian Mama. It felt like touching your delicate skin (though actually it was my fortunately-no-stretch-mark belly).
Lewat layar monitor dokter, Mama melihatmu. Masya Allah, kamu kecil sekali. Mama dan Papa lega saat mendengar jantungmu berdetak normal. Kamu tahu ungkapan "cinta pada pandangan pertama"? Seperti itulah perasaan kami terhadapmu. Mungkin sebenarnya "we've loved you before we met you" lebih tepat, ya.
Cinta Mama dan Papa mulai tumbuh sejak kamu sebesar kacang hijau di perut Mama dan terus bersemi sampai sekarang kamu berusia …. Ah, Mama belum tahu kapan kamu akan membaca surat ini. Kalau usiamu masih belum cukup untuk mengerti semua yang Mama ungkapkan, kamu bisa membacanya lagi nanti. Yang jelas, kelak saat kamu mengandung anak pertamamu, kamu akan merasakan sendiri apa yang Mama rasakan. Dan kamu mungkin akan membuka kembali surat ini.
My precious,
Masuk bulan ketujuh, dokter mendeteksi adanya masalah padamu. Katanya pertumbuhanmu nggak sesuai dengan kurva. Hati Mama gundah seketika. Apa artinya itu semua? Apa yang terjadi denganmu?
Dokter meminta Mama makan banyak es krim supaya kamu back on track. Tapi takdir Allah berkata lain. Satu bulan setelahnya Mama batuk nggak kunjung sembuh. Akibatnya, sampai waktunya kamu lahir, beratmu masih kurang dari seharusnya. Maafkan Mama, ya.
Untungnya dokter membolehkan Mama bersalin di Bumi Ambu, klinik Tante Okke yang baik hati. Tante menerima kita karena terakhir kali diperiksa beratmu sudah masuk range normal walau masih di batas bawah. Ternyata setelah lahir perkiraan itu meleset, kurang 200 g! Allahuakbar.
Mungkin memang kamu yang memilih untuk lahir di atas tempat tidur biasa di ruangan bersalin berwarna pink yang kemudian adalah warna kesukaanmu. Berkat aromaterapi, ruangan itu menjadi harum dan menenangkan. Lampu ruangannya pun temaram, bukan menyilaukan seperti di rumah sakit—salah satu alasan Mama menghindari bersalin di sana, selain induksi.
Schatje,
Meski Mama sudah dua hari merasakan kontraksi, sepertinya kamu masih ingin tinggal lebih lama di perut Mama, ya? Kata Tante Okke, Mama boleh pulang dulu, tapi Mama nggak mau ambil resiko. Ini adalah pengalaman pertama Mama. Mama nggak mau melahirkan di rumah atau di mobil!
Lagi-lagi Tante Okke mengizinkan Mama menginap di klinik saja. Mungkin kalau di rumah sakit, dokter sudah memberi Mama cairan induksi agar kamu lekas keluar. Di Bumi Ambu, caranya berbeda. Tante Okke, Tante Dani, dan Tante Hany dengan sabar menunggu kamu keluar. Ada sesi hipnoterapi khusus untuk Mama. Apa yang kamu rasakan waktu itu, sayang?
Sepertinya kamu ingin Mama punya tenaga dulu untuk mengantarmu keluar. Kamu masih ingat gerakan lambung Mama yang baru diisi sebungkus nasi Padang? Sayang kamu nggak sempat ikut menikmatinya karena gymball Mama telanjur basah oleh air ketuban. Setengah panik Papa segera memanggil Tante Okke. Tante menyuruh Mama naik ke kasur karena proses persalinan dimulai. Akhirnya kamu siap keluar dari rumah hangat yang telah kamu huni selama 38 minggu!
Tante Okke, Tante Dani, dan Tante Hany memandu Mama dalam mengatur nafas. Tante Okke lalu menyuruh Mama untuk memegang kantung ketuban yang muncul dari ujung jalan lahir. Masya Allah! Lucu, deh. "Enyoy … enyoy," kata Tante Okke. Ternyata kantung yang melindungimu masih utuh dan baru pecah bersamaan dengan keluarnya kepalamu ke dunia. La haula wa la quwwata illa billah.
Tangis pertamamu pecah diiringi ucapan syukur kami. Selamat datang di dunia, anakku sayang. Perasaan pertama kali melihatmu begitu dekat di dada, mendekapmu, membiarkanmu bergerak meraih sumber air susu sungguh tak terlupakan dan tak tergantikan oleh apa pun.
Mama terpesona oleh rambutmu yang panjang dan hitam, mata dan hidungmu yang kecil, tubuhmu yang ringkih. Satu hal yang Mama tahu: sejak saat itu Mama bukanlah orang yang sama lagi. Ada kamu yang akan Mama cintai, sayangi, dan rawat sepenuh hati. Ada kamu yang sekarang menjadi tanggung jawab Mama (dan Papa).
Kesayangan Mama,
Cerita lahir berbalut surat ini Mama tulis sebagai pengingat bahwa kita pernah berjuang bersama. Meski Mama sudah ingin menuliskannya sejak lama, baru sekarang bisa terwujud, berkat Nulis Kompakan Mamah Gajah Ngeblog. Semoga akan ada surat-surat berikutnya yang Mama tulis untukmu, tapi sepertinya lebih baik lewat email saja, ya, soalnya ssst ... kalau di sini, banyak orang ikut membaca.
(baca: Mama)
PS: Nggak perlu khawatir jika nanti suamimu bukan orang yang romantis. Percayalah, ada seribu cara untuk menunjukkan cinta.
11 Comments
Teh Muti, sweet banget :)
ReplyDeleteSetuju banget dengan statement : Nggak perlu khawatir jika nanti suamimu bukan orang yang romantis. Percayalah, ada seribu cara untuk menunjukkan cinta. hehe
waaahhh masyaallah teh mutia... cara melahirkannya amazing ya sampe megang sendiri itu kantung ketuban.
ReplyDeletesalam sayang buat anaknya ya ...
Salam kenal ya Teh Muti..saya sukaaa banget baca kisah2 perjuangan ibu hamil dan bersalin, kadang ga sadar sambil ngelus2 perut 🤭
ReplyDeleteTeh, untuk aku yang belum pernah melahirkan secara natural, takjub banget baca surat ini.. salut, semua bisa sabar menunggu proses melahirkan yang indah.
ReplyDeleteBetul tidak harus romantis untuk menunjukkan cinta💕
Surat yang manis untuk dibaca anak ketika besar. Selipan kisah love nya juga sweet tanpa berlebihan ;)
ReplyDeleteMemang ya ikutan challenge MGN membuat kita bisa menuliskan apa yang udah lama pengen ditulis haha
ReplyDeleteWah Mutiara. Indah sekali surat untuk sang putri pertama. Menceritakan perjuangan bersama untuknya lahir ke dunia dalam keadaan sehat walafiat dan tak kurang apapun. Alhamdulillah.
ReplyDelete"Enyoy enyoyy.", ehehehe. Duh ga bisa membayangkan saya memegang kantung ketuban sendiri yang masih utuh. Sungguh pengalaman luar biasa buat Mamah Mutiara.
Btw saya baru tahu perihal "Bumi Ambu", diperlukan kesabaran dan ketekunan bagi dokter dan atau bidannya menangani persalinan dengan metode seperti ini. Ga buru-buru memberikan 'sesuatu' agar 'lebih cepat selesai' dan semacamnya. Suatu rezeki tersendiri untuk Mutiara dipertemukan dengan klinik tersebut. Alhamdulillah puji syukur. :)
Suratnya manis sekali Teh <3
ReplyDeleteMemang anak pertama ini gimana gimana tetap spesial ya, karena semua pengalaman pertama.
Selalu suka baca cerita tentang pengalaman melahirkan, karena setiap momen pasti terasa istimewa ya teh :) Insya Allah dengan surat ini nanti anaknya teteh jadi tambah tau perjuangannya teteh sewaktu ngelahirin dia, ya.. hehe
ReplyDeleteHaha teh Muti.. bagian ini: Bunga untuk Mama cuma hadir setahun sekali setiap ulang tahun pernikahan. Itu pun Mama yang minta. �� aku mengalami masalah yang sama! hahhaa.. bahkan kadang aku bilang udahlah bunga hidup aja (tanaman pot) biar agak lama bagusnya, sayang uangnya hihihi
ReplyDeletebaca surat Mamah-mamah MGN ini penuh harus semua yaa.. enjoy ya teh the motherhood journey bersama anak2 ❤
semua komen yg kepikiran mau kutuliskan udah ditulis sama mamah yg lain nih. Tapi membaca tulisan ini jadi ingat lagi, udah beberapa tahun nggak kirim email ke anak di hari ultahnya, padahal dulu niat begitu dan kasih anak password pas dia udah agak besar buat dia baca
ReplyDelete