Pertama-tama, selamat tahun baru 2022! Semoga kita menjadi diri yang lebih baik lagi tahun ini. Aamiin.
Dengan semangat tahun baru, akhirnya blog baru saya resmi diluncurkan. Yeay! Setelah jadi beban pikiran selama berminggu-minggu (tidak bermaksud lebai, tapi memang begitu kenyataannya), akhirnya sebelum tahun 2021 berganti, blog lama mutilaksmi.blogspot.com berubah wujud menjadi muttimuti.com. Rasanya seperti pecah bisul (walau saya belum pernah punya bisul, sih, dan jangan sampai). He-he-he. Bisa dibilang, ini adalah penutup tahun yang manis karena sekarang saya memiliki rumah yang cantik untuk tulisan-tulisan saya.
Karena lumayan berliku, saya mau cerita tentang perjalanan menuju bintang blog bernuansa merah muda ini. Semoga cerita saya bisa membantu teman-teman yang siapa tahu sedang gundah gulana dalam meningkatkan kasta blog masing-masing, ya!
Pilih Blogspot, WordPress.com, atau WordPress.org?
Dulu waktu pertama kali ngeblog, saya sama sekali tidak mengerti perbedaan ketiganya. Sampai akhirnya memilih Blogspot pun, it's totally random. WordPress tidak pernah saya lirik—meski banyak yang bilang ngeblog di WordPress lebih enak—karena sudah merasa nyaman dengan fakta bahwa Blogspot adalah anak perusahaan Google. Dengan menggunakan akun yang sama dengan surel, saya bisa langsung masuk ke dashboard Blogspot dan tidak perlu membuat akun lagi. Praktis!
Nah, gara-gara bergabung di Mamah Gajah Ngeblog tahun lalu dan menjadi kontributor lepas untuk situsnya (yang menggunakan WordPress.org), saya jadi tahu dan sadar bahwa Blogspot itu ternyata … sederhana sekali. Ha-ha-ha. Karenanya, saya serius menimbang untuk pindah platform, (ceritanya) demi rumah yang lebih nyaman. Saya bahkan mencoba membuat akun di WordPress.com untuk mencicipi beragam fasilitas yang memudahkan dalam membangun blog yang ciamik.
Di grup Mamah Gajah Ngeblog pula saya pernah melempar pertanyaan soal mana yang lebih unggul, Blogspot, WordPress.com, atau WordPress.org (self hosted). Ternyata masing-masing ada pro kontranya. Keputusan terakhir kembali lagi kepada kebutuhan dan kondisi keuangan setiap orang.
Gratis: WordPress.com dan Blogspot
Untuk pecinta produk gratisan, ada dua platform yang bisa dipilih: WordPress.com dan Blogspot. Seperti sudah disebutkan di atas, WordPress lebih unggul dari sisi fitur dashboard dibandingkan Blogspot. Di sisi lain, Blogspot unggul dari segi template yang fleksibel untuk diganti-ganti. Caranya adalah dengan menyesuaikan kode HTML di bagian Theme. Banyak template gratis yang bisa kita pakai, misalnya seperti yang tersedia di gooyaabitemplates.com. Di WordPress.com, kita hanya bisa memakai template yang tersedia, dengan beberapa kemungkinan variasi saja, di antaranya header, font, dan warna latar.
Kita bisa ubah tampilan dengan menyunting kode HTML |
Kelebihan Blogspot lainnya adalah kapasitas penyimpanannya. Kapasitas Blogspot (15 GB) jauh melewati jatah yang diberikan WordPress.com, yakni 3 GB saja. Konon sebenarnya kapasitas sebesar ini cukup, asal setiap foto yang kita posting harus di bawah 100 KB. Ya … memang jadi agak repot untuk resize, sih.
Sayangnya, dua kekurangan Blogspot berikut mengurangi kenyamanan saat menulis di editor dan membuat saya tergoda untuk ganti platform ke WordPress.
1. Ukuran font suka berganti sendiri. Walaupun saat menulis draf, kita sudah mengeset ukuran tertentu, di preview ukurannya bisa berubah sendiri secara acak di paragraf tertentu, kalimat tertentu, bahkan di sebagian kalimat. It makes me frustrated. Saya sudah mengikuti tips clear formatting setelah menempel teks dari aplikasi lain—biasanya saya menulis di Gdocs, tetapi masalah ini masih saja muncul.
2. Posisi gambar tidak sesuai dengan keinginan. Kalau kita memasukkan gambar belakangan setelah menulis teks, gambar suka muncul bukan di lokasi yang kita maksud. Kadang dia muncul di permulaan badan teks, seringnya muncul di akhir badan teks. This also makes me frustrated.
Berbayar: WordPress.org
Untuk yang ingin blognya bisa didesain sendiri, serta ditambah fitur-fitur pendukung, WordPress.org adalah pilihan terbaik. Kekurangannya, jargon "ada harga, ada rupa" berlaku. Biaya sewa hosting plus sewa domain lumayan menguras pos keuangan dan memangkas pos jajan. Setahun angkanya bisa mencapai Rp400 ribuan untuk paket yang sesuai bagi blog pribadi. Makanya, yang mengambil pilihan ini harus menyiapkan budget khusus per periode sewa. Salah satu cara menyiasatinya adalah dengan mencari promo sewa hosting, biasanya per tiga atau empat tahun. Dengan begini, selain menghemat, kita bisa mendapatkan spesifikasi paket yang lebih lengkap.
Sebagai informasi, hosting ibarat bangunan rumah, domain itu seperti alamat rumah. Dengan menyewa hosting, kita bisa membangun dan menghias rumah kita sendiri.
Top Level Domain (TLD)
Istilah "Top Level Domain" (TLD) baru saya akrabi semenjak mengikuti kelas blogging pada Maret tahun lalu. Dari sana, saya yang mulai terekspos dengan info tentang lomba blog banyak menemukan syarat "blog harus sudah TLD". Apakah ini pertanda untuk saya agar lebih serius ngeblog? He-he-he.
Apa itu TLD? Ringkasnya, blog TLD bisa dibedakan dari alamatnya. Bila masih berujung wordpress.com atau blogspot.com (atau .co.id), blog tersebut belum memiliki TLD. TLD sendiri tidak terbatas pada akhiran .com. Sekarang banyak akhiran lain yang bisa dipilih, antara lain .net, .info, .org, .co, dan .id. Sebagai tambahan, ada juga akhiran yang umum kita temui seperti .or.id, .sch.id, biz.id, .web.id dan ada juga yang unik, seperti .xyz dan .my.id. Yang terakhir mulai banyak dipilih karena harga sewanya yang sangat terjangkau.
Nah, dalam hal transformasi dari blog gratisan ke blog TLD, Blogspot lebih unggul daripada WordPress.com. Mengapa? Sebenarnya baik Blogspot maupun WordPress.com menyediakan fasilitas upgrade ke TLD. Namun, Blogspot mematok harga yang jauh lebih murah daripada WordPress.com. Sebagai perbandingan dalam Euro, biaya di Blogspot adalah €12/tahun, sedangkan WordPress.com €48/tahun, empat kali lipatnya! Oleh karena itu, pilihan saya tinggal dua: 1) terus memakai Blogspot dan membeli domain saja, atau 2) beralih ke WordPress.org, menyewa hosting, sekaligus membeli domain.
Akhirnya tetap di Blogspot
Sejujurnya, opsi kedua sangat menggiurkan. Saya bisa mendesain sendiri dan memakai fitur/plug-in sesuai dengan kebutuhan, juga terbebas dari dua masalah teknis seperti yang saya sebutkan di atas. Namun, biaya yang besar membuat saya ragu-ragu. Alhasil, setelah berlarut-larut dalam kegalauan, saya memutuskan untuk mengambil opsi pertama. Alasannya:
1. Menghemat biaya. Tidak dipungkiri, aspek biaya adalah faktor utama. Apakah saya bisa menutup modal setiap tahun dengan hadiah dari lomba blog, misalnya? Mengingat pada awalnya niat saya menulis di blog adalah untuk menuangkan pemikiran dan berbagi pengalaman, saya tidak (atau belum) memandangnya sebagai pekerjaan yang mendatangkan penghasilan. Well, untuk menuju ke sana setidaknya saya sudah menempuh langkah pertama: blog TLD!
2. Mengukur konsistensi. Semua orang pasti sepakat dengan pernyataan “menjadi konsisten itu berat”, tetapi di saat yang sama tidak ada yang menolak ungkapan “salah satu kunci sukses adalah konsistensi”. Blog saya mulai terisi berkat mengikuti tantangan rutin di Mamah Gajah Bercerita dan Mamah Gajah Ngeblog, tetapi di luar itu saya masih berjuang untuk mencari waktu yang tepat untuk menulis secara konsisten.
Dulu saya merasa sebagai night owl. Namun, seiring dengan waktu, saya lebih mudah lelah di malam hari setelah beraktivitas seharian. Siapa bilang jadi ibu penuh waktu (apalagi yang tidak memiliki ART dan tinggal di tanah rantau alias si saya) itu mudah? Maka dari itu, saya mencoba menjadi early bird meski sebenarnya bukan gue banget. Saya berusaha bangun lebih pagi untuk bekerja, termasuk menulis. Tidak setiap pagi semuanya berjalan mulus. Jika sedang apes, semua rencana akan bubar akibat bayi yang bangun terlalu pagi. Wakwaw.
Tidak muluk-muluk, salah satu target saya tahun ini adalah menulis dengan konsisten di blog. Ya … seminggu minimal dua pos, deh. Sayang, dong, blog sudah bagus, tetapi isinya jarang diperbarui? #ihiy #pasangikatkepala
Penutup
Untuk (setidaknya) setahun ini sepertinya saya harus berdamai dengan kesederhanaan dan kekurangan Blogspot. Untungnya, perasaan kurang nyaman itu terkompensasi dengan tampilan blog yang manis dan feminin. Secara umum, saya bahagia dengan perubahan yang ada. Alhamdulillah. #startsyukur
Rencananya setelah satu atau dua tahun saya akan kembali melihat kemungkinan untuk pindah boyongan ke WordPress.org meski ada konsekuensi “semua dimulai dari nol” lagi. Mungkin pada saat itu saya akan lebih mantap dan percaya diri untuk menyematkan titel “bloger” atau “mom blogger” di profil diri. Siapa tahu, kan? Untuk sekarang, mari rayakan blog baru ini dengan suka cita!
*****
Baca juga bagian kedua yang berisi detail teknis hingga blog ini bisa berwajah seperti yang kamu lihat, ya!
0 Comments