Dalam rangka Hari Lingkungan Hidup Sedunia yang diperingati setiap tanggal 5 Juni, dalam empat post mendatang saya akan bercerita tentang hal-hal terkait lingkungan hidup yang saya temui di Belanda. Walau termasuk negara maju, bukan berarti bebas masalah, lo. Penasaran? Ikuti terus cerita saya, ya!
Beberapa waktu lalu, saya menemukan sesuatu yang berbeda pada kemasan minuman kotak/plastik ukuran kecil. Biasanya saya membeli kemasan besar 1 liter dengan alasan lebih hemat, juga mengurangi sampah. Berkat bingkisan Ramadan anak-anak, saya baru tahu bahwa sedotan plastik yang menyertainya sudah berganti menjadi sedotan kertas. "Wow! Terobosan besar," pikir saya.
Sedotan kertas untuk setiap kotak minuman |
Bicara mengenai data, setidaknya 23.5 miliar sedotan plastik digunakan di Eropa setiap tahun dengan Inggris sebagai pengguna terbanyak. Di AS angkanya adalah 500 juta sedotan setiap hari atau rata-rata 1.6 sedotan untuk setiap penduduk. Secara global, sampah sedotan plastik di seluruh pantai dunia mencapai 8,3 miliar di tahun 2017.
Angka penggunaan sedotan di negara-negara Uni Eropa (data tahun 2018) |
Masalah lingkungan akibat sedotan plastik
Lantas, mengapa sedotan plastik menjadi salah satu masalah lingkungan hidup yang disorot? Bukankah dia bisa didaur ulang?
Itu adalah anggapan saya dulu sebagai orang awam. Saya selalu memasukkannya ke tempat sampah khusus plastik di rumah, yang nantinya akan saya buang ke penampungan sampah plastik untuk didaur ulang. Ternyata saya salah.
Meskipun terbuat dari plastik (polipropilen), sedotan plastik biasanya tidak terangkut atau tidak lolos mesin penyortir karena terlalu ringan, terlalu kecil, dan mudah bengkok. Malah bisa jatuh ke celah mesin atau tersangkut di dalamnya. Akibatnya dia tidak ikut didaur ulang dan akan berakhir menumpuk di TPA.
Tidak jarang sedotan plastik akan terbawa angin atau aliran sungai, berakhir di laut dan mengancam kehidupan satwa laut. Kalau kamu pernah mendengar kasus sedotan plastik yang tersangkut di hidung penyu, itu adalah contohnya. Selain itu, material plastik lama-kelamaan akan terurai menjadi mikroplastik yang mencemari laut. Polutan berbahaya ini akan terserap ke dalam tubuh satwa laut dan melalui rantai makanan, dia akan terakumulasi di dalam tubuh ikan besar. Bisa jadi kitalah yang pada akhirnya akan menyantapnya.
Aksi mengurangi penggunaan sedotan plastik
Dengan kesadaran ini, kampanye tentang pengurangan penggunaan sedotan plastik semakin bergaung. Efektif mulai 3 Juli 2021, Belanda akan melarang penjualan produk plastik sekali pakai, termasuk sedotan. Sebelumnya, McDonald's Belanda menarik sedotan (dan tutup) plastik dari restorannya per pertengahan Oktober 2020.
Kesadaran akan bahaya sedotan plastik bagi lingkungan juga mendorong orang untuk menemukan alternatifnya. Semakin lazim kita temukan sedotan berbahan nonplastik, mulai dari yang bisa dipakai ulang, seperti stainless, silikon, kaca, dan bambu, ataupun dari yang lebih ramah lingkungan, yakni kertas dan pati jagung. Masing-masing memiliki nilai lebih dan kurangnya.
Meski demikian, sebagian orang bersikap skeptis tentang pelarangan sedotan plastik secara total. Kita juga harus memikirkan kaum disabilitas yang sangat terbantu dengan adanya sedotan plastik.
Mulai dari diri sendiri
Sebagai pihak yang memiliki pilihan terhadap penggunaan sedotan plastik, berikut adalah hal yang bisa kita lakukan untuk mengurangi sampahnya:
- Tidak memakai sedotan sama sekali. Ini adalah tindakan paling bijak menurut saya. Tidak ada yang salah dengan meminum langsung dari bibir gelas/botol, 'kan?
- Gunakan sedotan berbahan nonplastik.Jika kita memang membutuhkan sedotan untuk minum, ini menjadi pilihan. Ada baiknya kita selalu membawa sedotan pakai ulang di tas dan mencucinya setelah kembali ke rumah.
Nah, bagaimana jika keduanya tidak bisa kita lakukan? Ide sederhana yang muncul adalah dengan memasukkan sedotan plastik ke dalam wadah polipropilen lain yang lebih besar. Dengan begini, kita berharap dia akan ikut lolos saat penyortiran dan akhirnya bisa didaur ulang bersama plastik-plastik lain. Meski belum terbukti berhasil, setidaknya kita bisa melakukan itu daripada tidak berupaya sama sekali.
Karena ukurannya, sedotan plastik kerap luput dari perhatian kita. Ternyata secara akumulatif, dampak negatifnya bagi lingkungan tidak bisa dianggap remeh. Yuk, kita ikut menyelamatkan lingkungan dengan mengurangi penggunaan sedotan plastik. Sebab setiap langkah kecil kita bermakna!
2 Comments
ide terakhir dikumpulkan lalu dibuang bersama ya. boleh dicoba, tapi masalahnya kalau di restoran tidak ada cukup sumber daya yang mau kumpulin dan masukin di wadah botol bekas misalnya.
ReplyDeleteIya, bener banget, Teh. Makanya butuh kebijakan pengelola resto untuk ga menyediakan sedotan plastik.
Delete