Allaahuakbar Allaahuakbar Allaahuakbar
Laailaahaillallaahu Allaahuakbar
Allaahuakbar walillaahilhamd
Kemarin adalah hari 'Id pertama dari dua 'Id yang akan saya lalui di Jepang. Karena tidak ada masjid di kota tempat saya tinggal maupun di kota terdekat, saya dan teman-teman mengikuti sholat 'Id di Tokyo, tepatnya di Tokyo Camii di daerah Yoyogi Uehara. Dari stasiun Unga, stasiun terdekat dari tempat tinggal kami, butuh waktu sekitar 1.5 jam dengan kereta untuk mencapai masjid tersebut. Memang hanya dua kali ganti jalur kereta saat pergi dan tiga kali saat pulang, tapi rutenya panjaang. Hampir 30 stasiun! (And I have to mention it was a full train filled with sarariman, OL, and gakusei :|). Jika ditambah dengan lamanya berjalan kaki dari rumah ke stasiun, total hampir 2 jam. Bukan waktu yang singkat bagi saya yang di Indonesia biasanya hanya 7 menit berjalan kaki ke lapangan tempat sholat dilaksanakan. Dulu di Sapporo pun hanya 5 menit dengan sepeda. Beginilah resiko tinggal jauh dari keramaian (baca: kota kecil) :p.
Dari stasiun Yoyogi Uehara, butuh waktu sekitar 10 menit berjalan kaki ke masjid. Tidak sulit untuk mendapati masjid ini karena gaya bangunannya sangat berbeda dari sekitarnya, gaya Turki. Tokyo Camii sering disebut dengan Masjid Turki karena memang awalnya didirikan oleh pendakwah dari Turki. Setelah mengalami renovasi, sekarang masjid tersebut berdampingan dengan Turkish Culture Center. Pengunjung dapat masuk ke dalam masjid dengan bebas. Pintunya selalu terbuka.
Untuk sholat 'Id kemarin, jamaah wanita menempati aula di lantai bawah. Seperti biasa, banyak ibu yang membawa serta bayi dan anak-anaknya. Sebenarnya tidak mengapa selama mereka tenang. Sayangnya kemarin ada dua anak yang menangis dengan volume tinggi. Diperparah dengan minimnya pengeras suara, situasi menjadi tidak kondusif. Urutan sholat yang berbeda dengan yang biasa saya lakukan tambah membuat berantakan. Biasanya di rakaat kedua, 5 kali takbir lalu surat Al-Fatihah. Kemarin surat Al-Fatihah dulu baru 5 kali takbir. Meski demikian berada di tengah-tengah saudara Muslim dengan wajah dan perawakan yang beragam menyadarkan saya kembali bahwa Allah Maha Indah. Arab, Turki, Asia Tenggara, Jepang, Afrika berbaur dalam satu ruangan untuk menyembah Tuhan yang sama. Tuhan yang satu.
Selepas sholat kami diajak untuk menikmati hidangan di gedung sebelah belakang masjid. Alhamdulillah dapat pengisi perut yang sudah protes. Nasib anak rantau :p. Bermaksud untuk pulang, kami diajak berbincang oleh dua orang bapak. Yang satu berwajah Pakistan, yang satu lagi orang Cina yang keluarganya pindah ke Jepang sejak ia masih kecil. Hebatnya bapak ini fasih berbahasa Arab dengan lafaz sempurna! Iriii.. Beliau bercerita tentang kuatnya Muslim di Cina dari segi fisik dan pertahanan meski jumlah mereka sedikit. Tubuh mereka lebih besar daripada orang Cina lainnya karena nenek moyang mereka adalah orang Persia dan Arab yang berdakwah ke Cina dan menikah dengan penduduk setempat. Beliau juga bercerita bahwa Islam di Indonesia dibawa oleh Cheng Ho. Cheng Ho kuat karena ia membawa armada dan tentara dalam jumlah besar. Cuma Bali yang waktu itu bisa bertahan dan melawan. Akibatnya sampai sekarang mayoritas penduduk Bali beragama Hindu Bali, bukan Islam. Perbincangan yang menarik dan berisi.
Sebelum pulang, kami mampir ke ruangan utama masjid di lantai dua. Waah, bagian dalam masjid indah sekali. Bergaya Turki. Foto-foto? Tentu saja :D. Selain kami, ada beberapa orang yang mengambil foto juga. Seorang bapak menyapa dan bertanya, "From Malaysia?" (Why people always ask Malaysia? Whyyy? Perlu diakui memang Malaysia lebih terkenal. Hufft.) Setelah meminta tolong untuk difoto, bapak tersebut bilang kalau dia sudah tinggal di Malaysia selama 23 tahun dan sering ke Indonesia untuk keperluan bisnis. Di Jepang sudah seminggu. Mungkin untuk keperluan bisnis juga ya. And he speaks fluent Malay! Meski harus mengira-ngira padanan katanya dalam bahasa Indonesia, percakapan kami lancar tanpa halangan berarti. Beliau berasal dari Turki dan bercerita tentang cikal bakal pembangunan masjid dan perjalanan dakwah pendirinya di Jepang. Lagi, tentang sejarah. How we interestingly met two historians yesterday :).
Sayangnya kemarin kami tidak bisa libur karena ada kelas di siang hari. Dari Tokyo kami langsung pergi ke kampus. Padahal rasanya ingin leyeh-leyeh di rumah :(. Tapi liburnya diganti menjadi hari ini karena ada taifu no.26 lewat di daerah Kanto. No class for today. Senang! Meski dari semalam hujan deras dan angin bertiup kencang sekali, seharian di rumah di hari kerja itu sesuatu :D.
Anyway, Eid Mubarak! May we learn from the lesson of patience, sacrifice, and faith from Ibrahim a.s., Ismail a.s. and Siti Hajar.
[All photos are courtesy of Mas Ade]
0 Comments