Pernah dengar Prisoner's dilemma? Ceritanya begini. Polisi menangkap dua penjahat, Al dan Bob. Mereka ditahan dalam dua sel terpisah, tanpa bisa berkomunikasi. Dalam saat bersamaan, polisi menanyai Al dan Bob tentang kejahatan yang dituduhkan kepada mereka. Mereka punya dua pilihan: mengaku atau tidak. Nah, di sinilah dilemanya. Kalau salah satu di antaranya keduanya mengaku, tapi yang lainnya tidak mengaku, yang mengaku akan bebas sedangkan yang tidak mengaku akan dipenjara selama 20 tahun. Kalau kedua penjahat mengaku, mereka sama-sama akan dipenjara selama 5 tahun. Kalau kedua penjahat tidak mengaku, keduanya hanya akan dipenjara 1 tahun untuk pelanggaran kepemilikan senjata ilegal.
Menarik, bukan? Apakah Al atau Bob akan memilih untuk egois dan rela mengorbankan temannya? Tapi kalau keduanya berpikir demikian, mereka akan sama-sama ditahan selama 5 tahun. Bagusnya memang Al dan Bob tidak mengaku, tapi itu juga mengandung resiko. Seandainya pihak lain berkhianat (sehingga mengaku), yang tidak mengaku akan menanggung hukuman paling berat.
Prisoner's dilemma adalah contoh yang biasa digunakan untuk menjelaskan game theory. Manusia dianggap sebagai makhluk rasional sehingga dia akan memilih yang paling menguntungkan dirinya, tanpa memedulikan orang lain. Diiming-imingi demikian, orang akan cenderung untuk berkhianat. Padahal sebenarnya, keuntungan lebih besar akan diperoleh bila mereka bekerja sama.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita pasti pernah terjebak dalam persoalan serupa ini. Setiap langkah yang kita akan berbuah dua: keuntungan atau malah berbalik merugikan kita. Bila semua orang mengedepankan keuntungan untuk diri pribadi, bisa jadi malah semuanya akan merugi. Persis seperti Al dan Bob di atas. John Nash dalam Beautiful Mind merevisi perkataan Adam Smith, "Semua orang dalam kelompok bekerja untuk kepentingan dirinya sendiri." (or something like that hehe..). Ia berpendapat seharusnya ada tambahan, "… dan kelompok." Dengan begitu, semua orang akan mendapatkan apa yang diinginkannya tanpa perlu menghalangi orang lain.
Win-win solution adalah salah satu jawaban dalam penyelesaian konflik. Dan bisa jadi, itu adalah jawaban yang terbaik. Anggapan bahwa menang-kalah adalah satu-satunya jawaban jelas salah. Kemenangan bisa dimiliki oleh semua pihak.
Bagaimana caranya untuk mencapai win-win solution? Komunikasi! Lebih tepatnya, negosiasi. Namun, perlu dicatat bahwa kunci demi negosiasi yang berhasil adalah kepercayaan. Masing-masing pihak harus mempercayai niat baik lawan. Mempercayai mereka akan mematuhi kesepakatan yang dibuat dan tidak akan berkhianat. Jika tidak, sia-sialah upaya kerja sama yang ingin dibangun. Sekali saja satu pihak ketahuan mengkhianati kesepakatan, sulit sekali membangun kepercayaan terhadap pihak itu lagi. And believe me, betrayal hurts a lot.
Waktu kecil, kita hanya mengenal konsep menang dan kalah. Kita tumbuh dengannya dan menjadi oportunis. Beranjak dewasa, kita belajar bahwa hidup tidak sesederhana itu. Menang-menang bukanlah hal mustahil. Meski kelihatannya ada pihak yang perlu berkorban, menang-menang sejatinya adalah pilihan yang paling menguntungkan bagi kedua belah pihak dan pilihan yang paling stabil.
Kalah bukan berarti mengalah. Mengalah untuk menang.
Siap?
- terinsprirasi dari kuliah pertama Confrontation Analysis tadi siang plus pengalaman pribadi yang belum sempat dituliskan -
Sumber:
Prisoner's dilemma [Gambar dari sini]
- terinsprirasi dari kuliah pertama Confrontation Analysis tadi siang plus pengalaman pribadi yang belum sempat dituliskan -
Sumber:
Prisoner's dilemma [Gambar dari sini]
0 Comments